Laporan ini didasarkan pada hasil analisis dan rekomendasi dari PYC IEC 2023, dengan tema “Collaboration in Action for Inclusive Energy Roadmap”. Konferensi ini merumuskan permasalahan dari kondisi transisi energi saat ini, serta peluang dan tantangan transisi energi yang difokuskan pada kebijakan, pendanaan, dan sumber daya manusia.
Laporan ini menyoroti upaya transisi energi di kawasan ASEAN, khususnya Indonesia, dalam menghadapi tantangan signifikan peralihan dari ketergantungan energi fosil menuju penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) yang lebih besar. Upaya ini krusial mengingat pertumbuhan ekonomi dan populasi yang mendorong peningkatan kebutuhan energi. Kolaborasi lintas sektoral dan pemangku kepentingan sangat diperlukan untuk mempercepat adaptasi teknologi dan infrastruktur EBT serta mengatasi hambatan finansial. Komitmen multistakeholder ini diharapkan dapat membentuk sistem energi yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.
Transisi energi yang adil (Just Energy Transition/JET) menekankan pentingnya integrasi prinsip keadilan dalam seluruh proses transisi energi. JET tidak hanya berfokus pada peralihan dari bahan bakar fosil ke EBT, tetapi juga memastikan perlindungan dan perlakuan yang adil bagi pekerja dan komunitas yang terkena dampak. Untuk itu, sisi hulu dan hilir harus bertransformasi secara bersamaan untuk menciptakan transisi energi yang efisien dan efektif.
Situasi Terkini Kebijakan, Pendanaan, dan Pembangunan SDM
- Dalam segi kebijakan negara-negara anggota ASEAN (ASEAN Member State/AMS) telah membuat komitmen kuat untuk mengatasi dan mengurangi dampak perubahan iklim melalui penetapan target kontribusi nasional (Nationally Determined Contribution/NDC) di masing-masing negara dengan mempertimbangkan potensi pemanfaatan sumber daya EBT. ASEAN juga sedang memperkuat kerja samanya di bawah ASEAN Power Grid (APG), Trans-ASEAN Gas Pipeline (TAGP), dan ASEAN Petroleum Security Agreement (APSA). Di Indonesia, kebijakan transisi energi mencakup percepatan pengakhiran operasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan peningkatan kapasitas energi baru terbarukan. Target ini sejalan dengan program Just Energy Transition Partnership (JETP).
- Dalam segi pendanaan, sumber pendanaan untuk proyek EBT di ASEAN, termasuk di Indonesia, sebagian besar masih berasal dari sektor publik. Namun, untuk mencapai target iklim, perlu ada peningkatan kontribusi dari sektor swasta. Akan tetapi, saat ini swasta masih berkontribusi kecil dalam investasi EBT, karena skema investasi yang tersedia saat ini kurang menarik. Instrumen seperti obligasi environmental, social, and governance (ESG) saat ini mulai diterapkan untuk menarik investasi swasta. Namun, tantangan utama dalam pendanaan energi baru dan terbarukan meliputi besarnya modal awal yang diperlukan dan risiko yang terkait dengan proyek energi bersih.
- Dari sisi sumber daya manusia, transisi energi membuka peluang terciptanya banyak pekerjaan hijau, tetapi juga berpotensi mengurangi pekerjaan di sektor bahan bakar fosil. Oleh karena itu, transformasi pendidikan dan pelatihan vokasional menjadi kunci dalam mempersiapkan tenaga kerja untuk masa depan yang lebih hijau. Menurut studi yang dilakukan oleh International Labor Organization (ILO), saat ini, Indonesia masih tertinggal dalam hal kesiapan kebijakan untuk green jobs dibandingkan negara ASEAN lainnya. Salah satu penyebab ketertinggalan ini adalah kurangnya peran aktif pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja hijau.
Analisis dan Diskusi
- Sektor industri, transportasi, dan bangunan merupakan konsumen EBT terbesar di Indonesia. Upaya efisiensi energi dan elektrifikasi di sektor-sektor ini akan mengurangi konsumsi energi dan emisi. Implementasi kebijakan efisiensi energi, standar kinerja energi minimum, penghentian PLTU batu bara secara bertahap, percepatan EBT, dan dukungan untuk kendaraan listrik adalah beberapa langkah strategis yang diambil oleh pemerintah Indonesia.
- Pendanaan multilateral dan campuran (blended finance) memainkan peran penting dalam mendukung proyek-proyek energi terbarukan. Mekanisme seperti Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atau public-private partnership (PPP) dapat memobilisasi investasi sektor swasta untuk proyek energi bersih. Selain itu, Energy Transition Mechanism (ETM) dan Just Energy Transition Partnership (JETP) merupakan contoh pendanaan multilateral untuk mendorong transformasi energi di Indonesia.
- Kesiapan tenaga kerja untuk transisi energi memerlukan dukungan kebijakan pemerintah, investasi dalam pendidikan dan pelatihan, serta kerja sama antara universitas dan industri. Beberapa negara, seperti Jerman, Jepang, Thailand, dan Vietnam, memberikan contoh penerapan program pelatihan untuk pekerja industri batu bara terdampak dan program keterlibatan komunitas dalam proyek EBT. Sektor industri, dalam hal ini Schneider Electric, berkontribusi dalam pengembangan sumber daya manusia di sektor energi bersih.
Rekomendasi
Transformasi untuk mencapai tujuan transisi energi yang inklusif tidak terlepas dari kolaborasi, sinergi, dan kerjasama pemangku kepentingan. Untuk itu, kami telah merangkum rekomendasi untuk mendukung pembentukan kerangka kerja untuk transisi energi Indonesia yang inklusif, berdasarkan pada perspektif pentahelix—sinergi antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan media. Melalui pendekatan inklusif ini, setiap sektor dan pemangku kepentingan terlibat aktif dalam transisi energi Indonesia, serta mendorong upaya komprehensif dan kolaboratif menuju masa depan energi yang berkelanjutan.
Doi: https://doi.org/10.33116/pyc-fr-2
By Purnomo Yusgiantoro Center
Writers Team:
– Massita Ayu Cindy Putriastuti
– Akhmad Hanan
– Felicia Grace Ratnasari Utomo
– Michael Suryaprawira
– Mayora Bunga Swastika
– Nadira Asrifa Nasution
– Vivid Amalia Khusna
– Ahmad Munawir Siregar
– Hidayatul Mustafidah Rochmawati
Reviewers:
– Muhammad Indra Al Irsyad (Badan Riset dan Inovasi Nasional)
– Farida Zed (Purnomo Yusgiantoro Center)
– Filda C. Yusgiantoro (Purnomo Yusgiantoro Center)